Kamis, 6 ramadhan 1435 H
Dilema
Setiap perubahan terbaik dimuali dari diri sendiri, atas kemauan sendiri dan dengan niatan yang suci. Banyak kejadian yang membutku serasa dilema. Kejadian malam ini mengingatkanku pada apa yang aku alami dahulu. Saat aku dan ibu sholat id, aku merasa kesal banget. Ada sekelompok orang mengobrol dengan asyiknya. Padahal khottib sedang berkhotbah. Gimana mau masuk coba pencerahannaya?Aku sempet mau menegurnya, tetapi keduluan ibu yang menegurku suruh jangan ngomong saat khottib berkhutbah. Kata ibu, “kalo ada yang sedang berceramah ngga boleh berisik ngobrol sendiri, meski kita mau ngingetin, juga termasuk brisik”. Akhirnya aku diem aja, sambil sesekali berdehem keras sebagai komunikasi non verbalku berharap orang yang mengobrol menangkap pesanku dan menghentikan aktivitasnya dengan belajar mendengarkan. Hehe.... habis ngga boleh ngomong. Keep silent please....
Malam ini, selepas sholat tarawih saat pencerahan kuliah tujuh menit mungkin ibaratnya. Suara sang pembicara bersautan bahkan berbalapan dengan suara obrolan. Semakin lama semakin keras. Aku hanya bisa tersenyum. Seandainya aku yang ada di depan menyampaikan materi dan kondisinya seperti ini mungkin ingin rasanya aku berteriak geram. Untunglah, bukan aku yang menyampaikan materi. Sungguh aku tak bisa mencerna isi materinya. Suaranya yang kudengar rancu. Dominan dengan suara dengungan berisik. Rasanya aku dilema antara ingin mengingatkan atau tidak. Terus apa yang harus aku lakukan? Apakah ada yang memiliki solusi? Tapi aku sempat berpikir, jika mereka datang ke tempat suci ini untuk beribadah, pasti mereka sudah tau apa yang akan dilakukan di rumah Allah ini dan tau adhab yang harus dilaksanakan.
Semuanya serasa terputar kembali dalam otakku. Waktu aku kecil, setiap kali sholat tarawih selalu bercanda dengan temanku. Tarik – tarikan mukena, pindah – pindah tempat. Mungkin sholat tarawih hanya sebagai tameng agar bisa mainan bersama teman. Tak ada hari tanpa dimarahi. Untung ada embah – embah yang doyan marahin aku dan temenku. Meski dulu kesel sama embah – embahnya bahkan takut juga. Tapi sekarang rasanya kangen dan aku ingin berterimakasih sama beliau. Secara tidak langsung beliau telah mendidik dan mengajariku bagaimana berperilaku ketika di rumah Allah. Itu kejadiannya di mushola desaku. Sekarang yang aku alamai di masjid perkotaan yang mungkin sebagian besar pendatang. Tak ada seorang pun yang mengingatkan seperti embah – embah di desaku sebagai sesepuh. Tapi itulah kenyataannya. Yang penting aku berusaha memperbaiki diriku sendiri. Semoga allah selalu membimbing kita khususnya kaum muslimin untuk istiqomah dalam beribadah dengan khusyuk. Aamiin...
Cerminan ibadah adalah perilaku kita. Aku pernah denger katanya jika kita ingin melihat kualitas ibadah kita, maka lihatlah perilaku kita. Jika perilaku kita masih jelek, berarti ibadah kita masih jelek atau belum khusyuk..... mari kita bersama perbaiki kekhusyukan dalam beribadah..... semoga Allah selalu meridhoi niatan baik kita, merahmati langkah kaki kita dan memberkahi hidup kita. Aamiin....
Kamis, 3 Juli 2014
Nur Amala
Tidak ada komentar:
Posting Komentar