Manusia itu Hidup, Tidak untuk
Sendirian
Sore hari selepas agenda Zuzu
selesai, dia langsung mengajak sahabatnya untuk menikmati semaraknya kota, mengunjungi
teman untuk bersilaturrahmi dan sedikit waktu untuk menyantap makanan khas kota
ini. Zuzu sudah merasa ada yang tidak beres dalam dirinya. Badannya mulai demam
walau tidak signifikan. “Na, maaf ya, aku nggak bisa menemanimu jalan – jalan
lebih lama. Selepas makan, kita pulang yuk, besok kan kamu masih banyak
agenda.” Ucap Zuzu sambil menatap sahabatnya. “Boleh Zu, aku juga gampang
lelah, jadi aku nggak mau besok terlalu lelah gara – gara malam ini kita banyak
jalan - jalan” Jawab Nana sambil melahap makanan yang sangat lezat. Tanpa
sepengetahuan Nana, Zuzu meminum obat pereda demam, berharap badannya segera
sehat kembali dan bisa menemani Nana selama berkunjung ke kosnya.
Adzan subuh berkumandang, Zuzu
bergegas untuk melaksanakan shalat subuh. Alhamdulillah badan Zuzu lebih sehat
dan sudah tidak demam. Zuzu mengantar Nana untuk mengikuti seminar yang
menandakan waktu perjumpaan dia dan Nana sampai pada penghujungnya. Selepas
seminar, Nana langsung pulang. Zuzu sedikit sedih, karena kosannya bakal sepi
lagi. Di kosan, Zuzu merasakan badannya kembali demam. Zuzu memutuskan untuk
istirahat saja dan berharap tubuhnya segera pulih kembali. Namun, demamnya
semakin tinggi, akhirnya Zuzu memutuskan untuk tetap di kosan sambil merawat
dirinya sendiri. Zuzu mengecek ketersediaan bahan makanan, alhamdulillah cukup
untuk persediaan beberapa hari. Tiga hari sudah, Zuzu mengurung diri di kamar
dengan kondisi demam yang naik turun. Alhamdulillah, kondisi badan Zuzu sudah
stabil tidak demam lagi, namun gejala batuk mulai muncul. Banyak teman – teman
kosanya yang penasaran, karena Zuzu jarang terlihat, walau ada di kosan, nggak
seperti biasanya yang nggak bisa diam anaknya. Zuzu mencoba menjelaskan terkait
kondisinya kepada teman – temannya. Dia memilih di kamar terus, biar nggak
nularin virus. Akhirnya teman – temannya paham. Zuzu pun mendapat kabar dari
Nana, kalo Nana sudah sampai rumah dengan kondisi sehat. Zuzu sangat bahagia.
Zuzu merenung dalam
kesendiriannya. Beberapa hari yang lalu, Zuzu bebas kemana saja tanpa ada rasa
was – was. Sekarang Zuzu terpenjara dalam kamar, walaupun pikirannya masih bisa
berkelana dengan bebasnya. “Oh, ternyata inilah kehidupan. Adakalanya kita
harus berhenti sejenak. Menarik diri dari hiruk pikuk aktivitas yang kadang
melelahkan tapi juga menyenangkan. Dan ini, saatnya aku berdiam diri, menikmati
kesendirianku. Tapi, nyatanya manusia hidup tidak untuk sendirian. Walaupun aku
terisolasi di ruang tanpa ada teman. Kenyataannya pikiranku tetap mengembara di
temani buku – buku yang membuat ramai walau faktanya sepi. Memang manusia hidup
tidak untuk sendirian. Walaupun kadang ada waktu yang harus dihabiskan
sendirian, tapi nggak selamanya itu
abadi. Pada dasarnya manusia hidup untuk beribadah kepadaNya. Mau itu dalam
kondisi sepi atau ramai, ada masanya. Tapi esensi untuk beribadah sama saja.
Mau sedang sehat atau sakit. Maka, berbahagialah dalam segala kondisi, selagi
masih ada peluang untuk menjalankan tugas menjadi seorang hamba yang senantiasa
beribadah kepadaNya”
Awalnya kirain ini cerpen horor waktu cuma Zuzu yang ngerasain gempa, ternyata sakit toh, hehe
BalasHapusKata "terisolasi" ini selalu bikin ingat sama pandemi, hehe. Kerasa banget enggak enaknya "terpenjara", walaupun ada HP buat cari bacaan/tontonan biar enggak bosan.
BalasHapusMm... satu lagi, setiap paragrafnya bisa dipecah jadi beberapa paragraf lagi. Misal setiap pergantian kutipan langsung yang disampaikan tokoh yang berbeda bisa dibikin paragraf baru. Biar lebih enak bacanya.
Overall, nice story. Lanjutkan!