Jumat, 16 September 2022

 

Manusia itu Hidup, Tidak untuk Sendirian

 Suara riuh obrolan seru, terdengar dari deretan kamar pertama kos – kosan yang biasanya sepi. Apalagi sepekan ini yang tak berpenghuni, karena si empunya baru saja mudik ke kampung halaman tercinta. Terpat dua hari, kamar ini sudah memiliki kehidupan seperti semula, di tambah ada tamu dari luar kota, seorang sahabat dari si empunya kamar. “Na, ada gempa ya Na?” tanya Zuzu si empunya kamar pada sabahatnya. “Enggak, Zu” balas Nana dengan bingung. “Eh, Na. Coba deh rasakan, goyangkan?” tanya zuzu kembali sambil menunjuk meja di depannya. “Enggak kok Zu” balas Nana dengan tenang. Dalam benak Zuzu “Apa ada yang aneh dengan diriku? Alhamdulillah nggak ada gempa, hanya perasaanku saja”. Dua hari ini semenjak kedatangannya dari rumah, Zuzu memang banyak deadline yang harus di selesaikan. Bahkan, sore hari mendarat di kosan, dia langsung menyalakan laptopnya dan menyelesaikan deadlinenya hingga dini hari. Pagi harinya maraton sampai sore hari di depan layar untuk mengikuti pelatihan dan esok harinya masih melanjutkan pelatihan. Mungkin fisik Zuzu sudah mulai protes.

Sore hari selepas agenda Zuzu selesai, dia langsung mengajak sahabatnya untuk menikmati semaraknya kota, mengunjungi teman untuk bersilaturrahmi dan sedikit waktu untuk menyantap makanan khas kota ini. Zuzu sudah merasa ada yang tidak beres dalam dirinya. Badannya mulai demam walau tidak signifikan. “Na, maaf ya, aku nggak bisa menemanimu jalan – jalan lebih lama. Selepas makan, kita pulang yuk, besok kan kamu masih banyak agenda.” Ucap Zuzu sambil menatap sahabatnya. “Boleh Zu, aku juga gampang lelah, jadi aku nggak mau besok terlalu lelah gara – gara malam ini kita banyak jalan - jalan” Jawab Nana sambil melahap makanan yang sangat lezat. Tanpa sepengetahuan Nana, Zuzu meminum obat pereda demam, berharap badannya segera sehat kembali dan bisa menemani Nana selama berkunjung ke kosnya.

Adzan subuh berkumandang, Zuzu bergegas untuk melaksanakan shalat subuh. Alhamdulillah badan Zuzu lebih sehat dan sudah tidak demam. Zuzu mengantar Nana untuk mengikuti seminar yang menandakan waktu perjumpaan dia dan Nana sampai pada penghujungnya. Selepas seminar, Nana langsung pulang. Zuzu sedikit sedih, karena kosannya bakal sepi lagi. Di kosan, Zuzu merasakan badannya kembali demam. Zuzu memutuskan untuk istirahat saja dan berharap tubuhnya segera pulih kembali. Namun, demamnya semakin tinggi, akhirnya Zuzu memutuskan untuk tetap di kosan sambil merawat dirinya sendiri. Zuzu mengecek ketersediaan bahan makanan, alhamdulillah cukup untuk persediaan beberapa hari. Tiga hari sudah, Zuzu mengurung diri di kamar dengan kondisi demam yang naik turun. Alhamdulillah, kondisi badan Zuzu sudah stabil tidak demam lagi, namun gejala batuk mulai muncul. Banyak teman – teman kosanya yang penasaran, karena Zuzu jarang terlihat, walau ada di kosan, nggak seperti biasanya yang nggak bisa diam anaknya. Zuzu mencoba menjelaskan terkait kondisinya kepada teman – temannya. Dia memilih di kamar terus, biar nggak nularin virus. Akhirnya teman – temannya paham. Zuzu pun mendapat kabar dari Nana, kalo Nana sudah sampai rumah dengan kondisi sehat. Zuzu sangat bahagia.

Zuzu merenung dalam kesendiriannya. Beberapa hari yang lalu, Zuzu bebas kemana saja tanpa ada rasa was – was. Sekarang Zuzu terpenjara dalam kamar, walaupun pikirannya masih bisa berkelana dengan bebasnya. “Oh, ternyata inilah kehidupan. Adakalanya kita harus berhenti sejenak. Menarik diri dari hiruk pikuk aktivitas yang kadang melelahkan tapi juga menyenangkan. Dan ini, saatnya aku berdiam diri, menikmati kesendirianku. Tapi, nyatanya manusia hidup tidak untuk sendirian. Walaupun aku terisolasi di ruang tanpa ada teman. Kenyataannya pikiranku tetap mengembara di temani buku – buku yang membuat ramai walau faktanya sepi. Memang manusia hidup tidak untuk sendirian. Walaupun kadang ada waktu yang harus dihabiskan sendirian, tapi  nggak selamanya itu abadi. Pada dasarnya manusia hidup untuk beribadah kepadaNya. Mau itu dalam kondisi sepi atau ramai, ada masanya. Tapi esensi untuk beribadah sama saja. Mau sedang sehat atau sakit. Maka, berbahagialah dalam segala kondisi, selagi masih ada peluang untuk menjalankan tugas menjadi seorang hamba yang senantiasa beribadah kepadaNya”

2 komentar:

  1. Awalnya kirain ini cerpen horor waktu cuma Zuzu yang ngerasain gempa, ternyata sakit toh, hehe

    BalasHapus
  2. Kata "terisolasi" ini selalu bikin ingat sama pandemi, hehe. Kerasa banget enggak enaknya "terpenjara", walaupun ada HP buat cari bacaan/tontonan biar enggak bosan.

    Mm... satu lagi, setiap paragrafnya bisa dipecah jadi beberapa paragraf lagi. Misal setiap pergantian kutipan langsung yang disampaikan tokoh yang berbeda bisa dibikin paragraf baru. Biar lebih enak bacanya.

    Overall, nice story. Lanjutkan!

    BalasHapus