Sabtu, 04 Februari 2023

SAINTIS MUSLIM


Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berkal. (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah            sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia, Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka”

(QS Ali Imran : 190-191)


 Secara umum, sumber kebenaran ilmiah ditentukan dari kualitas referensi yang digunakan. Saintis muslim memiliki sumber kebenaran ilmiah tertinggi berupa Al Qur’an dan Al Hadits. Aktivitas ilmiah seorang saintis muslim di pandu dalam Al Qur’an seperti di sebutkan dalam surat Ali Imran ayat 190-191, bahwa menjadi saintis muslim berbeda dengan sekedar menjadi saintis saja. Seorang saintis muslim menjadikan segala aktivitas ilmiahnya dengan memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi menggunakan pandangan Islam. Alam semesta yang diamati dan diteliti, disadari oleh saintis muslim sebagai ayat dan petunjuk yang mengingatkannya dan senantiasa terhubung dengan Sang Khaliq (Maha Pencipta). Berbeda halnya dengan seorang saintis yang meskipun beragama Islam, tetapi tidak menggunakan Islam sebagai cara pandangnya dalam segala aspek kehidupan termasuk aktivitas ilmiahnya. Arti kata Islam adalah penyerahan diri secara menyeluruh, sementara muslim adalah seseorang yang menyerahkan seluruh aktivitasnya untuk diatur dengan cara pandang Islam.

Menjadi seorang muslim apalagi saintis muslim merupakan komitmen yang memiliki konsekuensi yang perlu diperjuangkan dan dilaksanakan dengan penuh keikhlasan. Tugasnya berat menyatukan antara keilmuan dan keislaman, agar selamat di dunia dan akhirat. Di zaman sekarang, dimana paham Sekularisme begitu mulai lekat dengan masyarakat dengan sistem yang dirancang secara sistematis, terstuktur dan masif, dengan memisahkan antara keilmuan dengan agama terutama keislaman.  Menurut sudut pandang Islam, keilmuan dan keislaman adalah dua unsur yang tidak dapat dipisahkan, ibarat dua mata koin yang melekat tak dapat dipisahkan. Mengingat tugasnya yang begitu berat, tetapi penuh dengan kemuliaan maka perlu selalu mendekat dan berdekatan dengan Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu agar bisa dikuatkan dalam menghadapi setiap tantangan.

Konsep hirarki ilmu dan adanya konsep fard ‘ayn dan fard kifayah disadari benar oleh seorang saintis muslim. Ada skala prioritas dalam mempelajari ilmu, tidak memperlakukannya sama rata, sehingga dalam mempelajari ilmu tidak akan mengabaikan ilmu-ilmu fard ‘ayn demi mengejar ilmu fard kifayah. Keadilan pada ilmu bukan mengabaikan yang satu karena yang lain, akan tetapi memberikan sesuatu pada tempatnya yang layak. Sikap adil pada ilmu menjadikan seorang saintis memiliki adab, setiap aktivitas keilmuannya tidak boleh menghalanginya dalam melakukan ibadah dan ketaatan. Setiap aktivitas ilmiahnya merupakan salah satu aspek dari ibadah secara keseluruhan, inilah hal yang sangat disadari oleh seorang saintis muslim. Tujuan utamanya dalam mencari ilmu melalui kegiatan sainsnya adalah untuk mengenal Sang Pencipta, mentaati dan beribadah kepadaNya. Tugas sebagai saintis muslim merupakan suatu sarana dalam menjalankan tugas utamanya sebagai khalifah untuk memberi manfaat di muka bumi. Inilah saintis yang menjaga akhlak dan adabnya terhadap Sang Pencipta, manusia sekitarnya, ilmunya, dan alam semesta, sehingga menyebarlah islam yang rahmatan lil ‘alamin.

Sudah siapkah kamu menjadi saintis muslim yang membawa misi untuk kembali membangkitkan kejayaan islam menjadi peradaban yang gemilang?

 

Referensi :

Ishaq, Usep Muhammad. "Menjadi Saintis Muslim, depok." (2014).

https://fpscs.uii.ac.id/blog/2023/01/08/mengenang-kembali-urgensi-ilmu-pengetahuan-dalam-peradaban-islam/

https://bdkpadang.kemenag.go.id/berita/ilmuwan-peradaban-islam


Tidak ada komentar:

Posting Komentar